GAMBARAN KONDISI UMUM DAERAH
Kondisi Geografis
Kota Pagar Alam merupakan bagian wilayah Provinsi Sumatera Selatan
yang secara Geografis terletak di sebelah selatan dengan posisi
wilayah berada pada 03059’08” – 04015’45” Lintang Selatan dan 103007’00” – 103027’26”
Bujur Timur. Wilayah Kota Pagar Alam merupakan daratan dengan luas
mencapai 63.366 Hektar dan dalam konteks regional terletak sekitar 298
Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Selatan dan berjarak sekitar 68 Km
di sebelah Barat Daya Ibu Kota Kabupaten Lahat.
Letak Kota Pagar Alam memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Jarai dan Pajar Bulan Kabupaten Lahat.
Sebelah Selatan : Proνinsi Bengkulu.
Sebelah Timur : Kecamatan Kota Agung Kabupaten Lahat.
Sebelah Barat : Kecamatan Tanjung Sakti Kabupaten Lahat.
Wilayah Kota Pagar Alam meliputi 5 kecamatan dan 35 kelurahan.
Adapun kecamatan yang berada di wilayah Kota Pagar Alam adalah Pagar
Alam Utara, Pagar Alam Selatan, Dempo Utara, Dempo Tengah dan Dempo
Selatan.
Topografi Kota Pagar Alam merupakan daerah yang berbukit dan
bergunung berketinggian 100 – 1.000 M ( Meter dari permukaan laut )
dengan puncaknya Gunung Dempo (+ 3.159 Meter). Selain itu wilayah ini adalah tempat tertinggi dan juga merupakan atap Proνinsi Sumatera Selatan.
Oleh karenanya daerah ini berhawa dingin (sejuk) serta memiliki 2 (
dua ) musim yaitu musim kemarau dan musin hujan. Musim hujan rata -
rata setiap tahun berkisar antara bulan Oktober s.d bulan Maret,
sedangkan musim kemarau berkisar bulan April s.d September.
Penyimpangan kedua musim tersebut terjadi setiap 5 tahun sekali dimana
musim hujan berkisar antara 2.000 – 3.000 mm dengan kelembaban
udara berkisar antara 75 - 89 %.
Kota Pagar Alam mempunyai banyak sungai, diantaranya sungai
Lematang, sungai Selangis Besar, sungai Selangis Kecil, sungai Air
Kundur, sungai Betung, sungai Air Perikan sedangkan sungai Endikat
merupakan sungai yang membatasi dengan kecamatan Kota Agung Kabupaten
Lahat.
Suhu di Kota Pagar Alam berkisar anatara 14o C sampai dengan 34o C.
Jarak wilayah kecamatan dengan desa/kelurahan dengan ibukota
pemerintahan. Kecamatan terdekat dengan ibukota pemerintahan adalah
Kecamatan Pagar Alam Utara sedangkan kecamatan yang terjauh dari
ibukota pemerintahan adalah Kecamatan Dempo Selatan.
Bentuk permukaan tanah di daerah Kota Pagar Alam bervariasi dari
dataran sampai bergunung. daerah yang mempunyai dataran yang cukup luas
adalah Kecamatan Pagar Alam Selatan dan Kecamatan Pagar Alam Utara
sementara daerah yang mempunyai permukaan bergunung adalah Kecamatan
Dempo Utara, Kecamatan Dempo Selatan dan Dempo Tengah mempunyai bentuk
permukaan yang bergelombang.
Luas wilayah Kota Pagar Alam 63.366 Ha (633,66 Km2 ),
yang jenis lahannya sebagai berikut : Tanah Sawah terdiri dari : sawah
Irigasi, tadah hujan; Tanah kering terdiri dari emplasement, kebun,
kolam; tanah hutan terdiri dari hutan lebat, belukar, hutan lindung;
Tanah perkebunan, yaitu tanah perkebunan Negara, tanah umum; Tanah
Fasilitas Umum yang terdiri dari tanah untuk lapangan olahraga, taman
rekreasi, jalur hijau,kuburan.
Keadaan tanah di Daerah Kota Pagar Alam pada umumnya tanah kelas
1 (satu) yang mengandung kesuburan tanah yang tinggi, hal ini
terbukti daerah Kota Pagar Alam merupakan daerah penghasil
sayur-mayur, buah-buahan dan merupakan salah satu Sub Terminal
Agribisnis ( STA ) di Propinsi Sumatera Selatan, selain itu keadaan
tanah di daerah ini mengandung bahan Andozol yang terdapat di Kecamatan
Pagar Alam Utara, Pagar Alam Selatan, Dempo Utara, Dempo Selatan dan
Dempo Tengah. Kota Pagar Alam selain daerah pertanian juga merupakan
potensi mineral dan bahan tambang . Bahan tambang golongan C yang sudah
diusahakan oleh rakyat seperti : tanah liat, pasir, batu kali/gunung
yang terdapat di Kecamatan Dempo Selatan.
Dari tinjauan kesejarahan, keberadaan
Besemah (Sumber Belanda menyebutkan Pasemah, merujuk bagian hikayat
Pasemah Libagh) terutama dapat dilihat pada masa pra hingga masa
Kesultanan Palembang Darussalam. Pada masa inilah dikenal istilah
marga. Pada masa pemerintahan Sido Ing Kenayan yang naik tahta sekitar
tahun 1629, di buat semacam undang – undang yang mengatur hubungan
antara Palembang dan daerah pedalaman. Selanjutnya hubungan ini makin
efektif pada masa pemerintahan Sultan Abdurrahman Khalipatul Mukminin
Sayidul Iman (Sultan Pertama kesultanan Palembang), yang memerintah
pada masa 1651 – 1706 M. Setelah kesultanan Palembang dikalahkan oleh
pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal. De Kock, Sultan Mahmud
Badaruddin II selaku penguasa kesultanan Palembang menyerah kalah.
Kekalahan ini mempunyai arti penting dan merupakan babak baru bagi
sejarah Besemah.
Asal Usul Suku Besemah
Besemah adalah suatu peradaban budaya
yang sudah maju pada masa prasejarah. Hal ini dibuktikan dengan adanya
relief yang terdapat pada monument nasional di Jakarta. Besemah
merupakan suku melayu, dalam kawi kuno memiliki arti : pelarian /
pengungsian dari dataran tiongkok yang dikenal dengan mongolith dan
Persia.
Mengenai asal usul suku besemah, hingga
saat ini masih berupa legenda rakyat, yaitu Atung Bungsu, yang
merupakan salah satu diantara 7 orang anak ratu (=Raja) Majapahit, yang
melakukan perjalanan menelusuri suangai nusantara yang berakhir
disungai lematang, akhir memilih tempat bermukim di dusun Benua Keling.
Atung Bungsu menikah dengan Putri Ratu Benua Keling, bernama Senantan
Buih (Kenantan Buih). Melaui keturunannya Bujang Jawe (Puyang Diwate),
Puyang Mandulike, Puyang Sakesemenung, Puyang Sake Sepadi, Puyang Sake
Seghatus, dan Sake Seketi yang menjadikan penduduk jagat Besemah.
Masalahnya bukan persoalan benar atau salah, tetapi unsur yang sangat
penting dalam legenda adalah peran dan fungsinya sebagai pemersatu
kehidupan suatu masyarakat (Jeme Besemah). Legenda ini dapat menjadi
antisipasi Disintegrasi kesatuan dan persatuan jeme besemah kemana pun
mereka berada. Hal ini sudah tampak dalam beberapa dekade, terutama
setelah pemerintahan marga dihapuskan. Perlu selalu ditanamkan perasaan
dan keyakinan bahwa jeme Besemah itu (termasuk jeme semende dan jeme
kisam) berasal dari satu keturunan.
Berdirinya Dusun Jagat Besemah
Puyang Kunduran membuat dusun masam
bulau (Ulu Manak) dan dikemudian hari anak cucunya membuat dusun Gunung
Kerte, termasuk Sumbay Besak (Sumbay Besar); Puyang Keriye Beraim
membuat dusun Gunung Kaye, dan Sumur. Kemudian anak cucu keriye Beraim
membuat dusun Talang Tinggi dan Muara Jauh ( Ulu Rurah ), Puyang
Belirang membuat dusun Semahpure dan anak cucunya pindah pula membuat
dusun di Ulu Manak.
Puyang
Raje Nyawe pindah juga membuat dusun Perdipe, Petani, dan Pajar Bulan.
Anak cucunya pindah juga membuat dusun Alun Dua, Sandarangin, Selibar,
Rambaai Kaca, Sukemerindu, Kutaraye, Babatan, Sadan, Nantigiri, Lubuk
Saung, Serambi, Bandaraji, Ulu Lintang; Bangke, Singapure, Ulu Lebar,
Gunung Liwat, Tanjung Beringin, Ayik Dingin, Muara Sindang, Tebat
Benawa, Rempasai, Karang Anyar, semua nya masuk Sumbay Besak. Puyang
Raje Nyawe pindah ke semende, membuat dusun pajar bulan. Puyang Raje
Nyawe kembali ke dusun Perdipe menyebarkan agama Islam dan adat
istiadat perkawinan secara Islami. Dari semende banyak penduduk yang
pindah ke Kisam dan masih banyak cerita mengenai pendiria dusun – dusun
di tanah Besemah ini.
Sistem Pemerintahan Tradisional
Sistem pemerintahan tradisional di
daerah Besemah disebut Lampik Empat Merdike Due yang dipimpin oleh
kepala – kepala Sumbay. Besemah waktu itu merupakan suatu “REPUBLIK”
yang paling demokratis. Tanggung jawab dan kesetiaan sangat ketat
dibina oleh orang Besemah. Rasa Solidaritas dan Loyalitas yang sangat
tinggi itulah yang menyebabkan prajurit – prajurit Besemah dapat
melakukan perlawanan terhadap kolonialisme hal yang mengiringi rasa
solidaritas dan loyaalitas yang tinggi itu baik didalam keluarga batih,
keluarga luas virilokal maupun pada suku besemah secara umum adalah
konsep “dimak kepadunye” dan “dide beganti”.
Sindang Merdike dan Si Penjaga Batas
Status “Sindang Merdike” dan “Sipenjaga
Batas” dan system pemerintahan tradisional “Lampik Empat Merdike Dua”
menjadi terancam dan sirna setelah Kolonialis Belanda dapat melakukan
perlawanan Sultan Mahmud Badarudin II. Pada perang Palembang pada tahun
1819 dan tahun 1821. Dalam hubungannya dengan Kesultanan Palembang,
suku Besemah selalu menganggap dirinya sebagai orang yang bebas, orang
merdeka. Hubungan Sultan Palembang dengan Suku Besemah lebih bersifat suzeverenitas (Hens, 1909 : 12 – 15) kewajiban “milir seba” Bukit Seguntang pada tiap tiga tahun sekali, lebih diartikan sebagai nggahi kelaway tue,
Putri Sindang Biduk. Sultan Palembang yang cukup menghormati orang –
orang besemah, terbukti dengan status yang diberikannya yaitu status
“Sindang Merdike” dan “Si Penjaga Batas” (Grensbewakers).
Suku besemah sering melakukan (istilah Belanda onlusten, woelingen, rustverstoring),
yang berarti membuat “kerusuhan” membuat “huru-hara” atau mengganggu
ketentraman. Menyadari bahwa pihak Belanda pasti akan melakukan
serangan, orang Besemah membuat benteng – benteng pertahanan yang kuat,
disebut kute di beberapa dusun. Misalnya Kute Gelung Sakti, Kute
Penandingan, Kute Tebat Seghut, Kute Agung, Kute Munteralam, dan kute –
kute lainnya. Pimpinan Militer Belanda memutuskan mengirimkan ekspedisi
militernya untuk menghancurkan kekuatan orang – orang Besemah, yang
dilaksanakan pada bulan April hingga bulan Juni tahun 1866.
Belanda Mengalahkan Besemah
Oleh karena persenjataan yang lebih
modern, pengalaman perang yang cukup, dan pasukan yang terlatih,
akhirnya Belanda dapat menguasai satu per satu kute pertahanan prajurit
– prajurit Besemah, yaitu Kute dusun Gelung Sakti, Kute Penandingan,
Kute Tebat Seghut, Kute-Agung, Kute Menteralam, dan lain – lain. Pada
pertempuran di kute – kute tersebut terlihat bahwa prajurit – prajurit
Besemah lebih memilih kemungkinan mati dari pada menyerah, terutama
pada pertempuran di tebat seghut dan munteralam. Setelah mengalahkan
perlawanan di daerah Besemah Liagh (Besemah Lebar), pasukan Belanda
melanjutkan serangannya ke Besemah Ulu Manak untuk menangkap tokoh –
tokoh pimpinan besemah yang bersembunyi di daerah ini.
Kekalahan ini menyebabkan rakyat
Besemah haarus tunduk kepada peraturan yang dikeluarkan dikeluarkan
pemerintah Belanda. Misalnya, mereka harus membayar pajak tanah, pajak
rumah, menghentikan perdagangan budak, dan menghentikan kebiasaan
menyabung ayam. Peraturan dan ketentuan – ketentuan ini merupakan hal
baru dan sangat memberatkan bagi orang – orang Besemah yang tidak ada
sebelumnya. Hal ini berarti, status “Sindang Merdike” dan “Sipenjaga
Batas” menjadi hilang. Dengan kekalahan tersebut, mulailah daerah
Besemah di jajah Belanda dengan segala penderitaan dan kesulitan
ekonomi. Penderitaan ini berlangsung hampir selama 82 tahun.
Perang Pasifik dan Penjajahan Jepang
Kekuasaan Belanda yang tampak sangat
kuat, dengan mudah dikalahkan oleh bala tentara Jepang pada perang
Pasifik di bulan Februari 1942. pertahanan sekutu dilaut jawa dapat
dipatahkana. Pasukan jepang mendaraat di beberapa tempat di kepulauan
Indonesia. Menyerahnya Belanda kepada Jepang pada tanggal 9 Maret 1942,
menyebabkan Belanda kehilangan jajahannya di Indonesia.
Mulailah babak baru dalam sejarah
Indonesia, yakni Indonesia di jajah oleh bangsa Jepang. Rakyat
Indonesia semakin menderita di bawah kekuasaan jepang. Balatentara
Jepang ternyata lebih kejam bila dibandingkan dengan kolonialis
Belanda. Jepang yang pada awal perang Asia Timur Raya sangat opensif,
berubah menjadi defensive dan tertekan oleh kekuatan sekutu, sehingga
terdesak di berbagai front pertempuran, termasuk di wilayah Indonesia.
Ghuyun Kanbu
Untuk mengatasi kekurangan pasukan, Jepang membentuk satuan militer pribumi, yang disebut Ghuyun Kanbu (Infanteri Ghuyun).
Angkatan pertama Ghuyun di latih di
Kota Pagar Alam, tepatnya di Balai Istirahat, di Belakang rumah sakit
Juliana (Juliana Hospital), di Jalan ke arah dusun Pematang bange.
Dari pusat latihan Ghuyun di Pagar Alam dihasilkan prajurit dan perwira
– perwira yang cakap dan terampil menggunakan senjata, mengatur
strategi perang serta teknik – teknik berperang yang kemudian sangat
bermanfaat dalam perang mempertahankan kemerdekaan. Faktor inilah yang
dapat dijadikan sebagai salah satu dasar kriteria untuk menyebut
Pagar Alam sebagai “Kota Perjuangan”.
Proklamasi Kemerdekaan
Akhirnya Jepang menyerah kepada Sekutu
tanggal 14 Agustus 1945. Kemerdekaan Indonesia di Proklamasikan
Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. tidak semua daerah
mengetahuinya. Oleh karenanya upacara penaikan Bendera Sang
Merah-Putih, tidak sama waktunya antara satu daerah dengan daerah
lainnya, termasuk Kota Pagar Alam.
Pada tanggal 21 Agustus 1945 pukul
10.00 WIB, pada pemuda pejuang mengibarkan bendera merah putih di Pagar
Alam (Bastari 192 : 2005). Upacara penaikan Bendera dilaksanakan di
halaman toko Datuk Seri Maharajo, rumah keluarga Sofjan Rasjad (Saat
ini telaah menjadi Toko cuci cetak foto modern). Hadir dalam upacara
penaikan bendera itu antara lain : Siddik Adiem, datuk Seri Maharajo,
Depati M. Hasyim R, Kenasin, Agam, Almunir, Tjik Seman, Tjik Nunung,
Djinal Genting, M. Sohan Sumur, M. Djahri, Ardjo Talang Kelape, dan
beberapa anggota Hizbul Wathan.
Pemerintah Indonesia kemudian membentuk
pemerintahan hingga ke daerah – daerah. Terbentuklah kewedanaan Tanah
Pasemah pada Oktober 1945. Kewedanaan ini membawakan empat kecamatan,
yaitu Pagar Alam sebagai ibu kota kewedanaan Kecamatan Tanjung Sakti,
Kecamatan Jarai, Kecamatan Kota Agung.
Pertemuan di Tebat Limau
Sebagai suatu Negara yang telah
merdeka, Indonesia berusaha mengambil alih kekauasaan politik dan
militer, terutama usaha untuk mengambil atau merebut senjata dari
tangan Jepang, Mayor Ruslan mengambil inisiatif untuk mengadakan
pertemuan di Tebatlimau, dekat dusun Pelang Kenidai yang dihadiri oleh
semua unsur pemerintahan, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID),
Wedana, Polisi, Para Pesirah, Kepala – kepala Sumbay dan pimpinan
tentara Keamanan Rakyat (TKR) / laskar.
Terjadi pertempuran – pertempuran dengan tentara jepang di Butai – Butai jepang di Gununglilan, Bumi Agung, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM)
Jerambah Beringin, dan Karang Dale. Pada pertempuraan – pertempuran di
butai – butai Jepang tersebut telah gugur beberapa putera terbaik
Besemah, antara lain Mayor Ruslan, Sersan Ansori, Serma Wanar, Musalim,
Zainal, Salam, Tulip, Dung, Marzuki, Zainawi, Jinal, Kamal, Abdullah,
Siakip, dan beberapa orang lainnya yang tidak tercatat. Setelah
balatentara menyelesaikan tugas yang diberikan Sekutu dan mereka
dikembalikan ketanah airnya. Perjuangan rakyat Indonesia belum
berakhir. Belanda (NICA) datang kembali ke Indonesia. Terjadi
pertempuran dengan pihak sekutu / Belanda yang mencapat puncaknya pada
Pertempuran Lima Hari Lima Malam (PLHLM) tanggal (21 juli 1947) dan
Agresi Militer II (19 Desember 1948). Rakyat Sumatera Selatan
melakukan perlawanan sengit, sangat heroik, dan semangat rela berkorban
yang sangat tinggi baik harta maupun nyawa, demi unuk mempertahankan
kemerdekaan perlawanan yang demikian termasuk juga di kewenangan tanah
pasemah.
Peran Rakyat Besemah dalam PLHLM DAN AM I
Pada Agresi Militer 1 Belanda, rakyat
dikeweanan Tanah Pasemah belum secara langsung berperang karena
Belanda belum berhasil sampai ke Tanah Pasemah. Namun rakyat Besemah
telah ikut berperan pada pertempuran lima hari lima malam dan Agresi
Militer I, yaitu memberikan bantuan personil (prajurit) dan logistik
(beras dan sayur-sayuran) .memang sudah ada usaha Belanda untuk
melakukan serangan ke pagaralam (ibukota kewedanaan Tanah Pasemah),
tetapi niat ini tidak terealisasi Karena sudah persetujuan itu,
ditetapkan garis demarkasih pertempuran di dusun Tanjung Tebat.
Perlawanan Rakyat di Tanah Besemah AM II
Pada agresi militer II Belanda
(Desember 1948), ada tiga daerah yang menjadi target sasaran yaitu,
Muara Dau (Sekarang OKU Selatan) Tebing Tinggi, dan Pagar Alam.
Pertahanan Kota Pagar Alam. Dibebankan kepada Balyon XVI STP (Sub
Teritorium Palembang) yang berkekuatan enam kompi, yaitu kompi I kapten
Satar, Kompi II Lettu Ichsan, Kompi III Lettu Yahya Bahar, Kompi IV
Lettu Nahwi, Kompi V Lettu Adenan Ibrahim, dan Kompi VI H.S.
Simanjutak.
Untuk mempertahankan kota Pagar Alam
ini, dibentuk tiga front yaitu front mingkik untuk menghadang pasukan
belanda diluar ndikat, frony selangis untuk menghadapi Belanda yang
akan masuk simpang rantau-unji dan front padang kaghit (ordeming kopi
yang dulu milik belanda) front padang kaghit di pimpin Lettu Yahya
Bahar. Untuk menghambat pasukan belanda yang akan masuk lewat Tanjung
Tebat, Jeramba Ndikat terpaksa dihancurkan. Penghancuran ini lakukan
oleh prajurit Agam dan kawan – kawan.
Pimpinan pasukan Belanda yang sejak
awal memperkirakan bahwa luang ndikat sukar ditembus, juga melakukan
pengiriman pasukan melalui jalan jepang yang bias tembus ke simpang
rantau-unji, front selangis, front padang kaghit, kota Pagar Alam dan
terus ke daerah impit Bukit. Pasukan TNI, laskar pejuang dan rakyat
melakukan perlawanan sengit di front Selangis Besar. Namun, karena
persenjataan yang tidak seimbang, perlawanan ini dapat dipatahkan oleh
belanda. Pasukan TNI, lascar dan rakyat pejuang terpaksa melakukan
gerakan mundur ke hutan – hutan, untuk selanjutnya melakukan perang
guerilla (gerilya) melakukan penghadangan – penghadangan ditempat –
tempat strategis dengan memasang landsmijn (ranjau darat).
Politik Bumi Hangus
Pihak TNI laskar dan rakyat pejuang
melakukan politik bumi hangus, terutama pada bangunan – bangunan milik
Belanda, agar tidak dipergunakan lagi oleh pasukan Belanda.
Misalnya
pembumihangusan bangunan dikompleks BPM Jeramba Beringin, Demporeokan,
kantor wedana tangsi polisi dan bangunan – bangunan diperkebunan teh
gunung dempo.
Peran Tanjung Sakti
Tanjung Sakti mempunyai peranan yang
sangat besar terutama setelah pimpinan teras TNI yang sebelumnya
bermarkas di Lubuk Linggau dipindahkan ke cughup, kemuara Aman, dan
akhirnya ke Tanjung Sakti, pimpinan teras TNI ini di pimpin oleh
Kolonel Bambang Otoyo dan kepala staf nya adalah Kapten M. Yunus.
Tanjung Sakti juga menjadi pusat pemerintahan sipil keresidenan
Palembang yang dipimpin residen Abdul Rozak. Demikian pula Bupati
Amaluddin, Wedana Wangi, Wedana Ibrahim, Wedana Abdullah Sani, Siddiq
Adem (Kepala penerangan) dan lain – lain berada di Tanjung Sakti. Dari
kepolisian keresidenan palembang terdapat nama – nama Komisaris Polisi
Sugondo, Inspekur Polisi Taslim Ibrahim, Inspektur Polisi Abdullah
Amaludin. Inspektur Polisi palma, Yasin, dan Cek Umar.
Kepala
Penerangan dan Kepala Kesehatan juga berada di Tanjung Sakti, serta
masih banyak tokoh pejuang lainnya, misalnya Rasyad Nawawi, Satar,
Nurdin, Syamsul Bachri Umar (Tatung), Idham, Djarab, Nurdin Pandji
Ibrahim, Bachrun Umar, Basri, Ali Syarief, Sahid, Munir, Cek Asim, dan
lain – lainnya. Dari Tanjung Sakti dikendalikan pemerintahan,
pengaturan taktik dan strategi melawan Belanda. Untuk mengatasi
kesulitan alat tukar, dicetak uang kertas “OERIP” (Oeang Repoeblik
Indonesia Perdjoeangan).
Pasukan Belanda mengetahui tentang
keberadaan pemerintahan sipil dan kekuatan militer di Tanjung Sakti.
Oleh karena itu, mereka melakukan serangan – serangan dengan
menjatuhkan bom di beberapa tempat. Beberapa di antaranya
meluluhlantakkan beberapa rumah. Tetapi banyak juga yang tidak meledak,
yang kemudian digunakan oleh TNI sebagai bahan untuk merakit senjata
guna melawan pasukan belanda. Dapat dikatakan, bahwa Tanjung Sakti
tidak pernah di injak oleh kaki tentara Belanda yang ingin menjajah
kembali dan Tanjung Sakti merupakan satu – satunya pertahanan di
Kabupaten Lahat yang mampu bertahan sampai penyerahan kedaulatan bulan
November 1949 (mendahului penyerahan kedaulatan 27 Desember 1949).
ADMINISTRATIF DAN PERJUANGAN
Seiring
perkembangan pemerintahan pusat, system pemerintahan di daeraah –
daerah juga mengalami perubahan. Presiden Soekarno mengeluarkan
peraturan presiden Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1963 tentang
penghapusan keresidenan dan kewedanaan. Dengan demikian, tidak ada lagi
pemerintahan kewedanaan tanah pasemah,sehingga mengubah posisi Pagar
Alam sebagai Kecamatan Pagar Alam di bawah Kabupaten Lahat.
Awal tahun 1987, tokoh – tokoh
masyarakat Pagar Alam berjuang mengusulkan agar kecamatan Pagar Alam
menjadi Kota Administratif (Kotif). Terbentuklah panitia, yang kemudian
mengajukan surat permohonan kepada Mendagri pada tanggal 15 April 1987.
berkat dukungan semua pihak, akhirnya permohonan masyarakat Pagar Alam
untuk menjadikan Pagar Alam sebagai kotif dikabulkan Pemerintah Pusat,
dengan terbitnya peraturan pemerintah Nomor 63 Tahun 1991 tentang
pembentukan kota Administratif Pagar Alam dan pemekaran wilayah
Kecamatan Pagar Alam menjadi 4 kecamatan, yaitu kecamatan Pagar Alam
Utara, Kecamatan Pagar Alam Selatan, Kecamatan Dempo Utara, dan
Kecamatan Dempo Selatan. Mendagri yang saat itu adalah Rudini,
meresmikan Pagar Alam sebagai kotif pada tanggal 15 januari 1992.
Mendagri juga melantik Drs. Musrin Yasak sebagai Walikota Administratif
Pagar Alam yang pertama dan menetapkan Kota Pagar Alam sebagai Kota
Perjuangan.
Pagar Alam menjadi Kota Administratif
melalui Undang – undang Nomor 8 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota
Pagar Alam dan peresmian dilakukan oleh Mendagri pada tanggal 17
Oktober 2001. Gubernur Sumatera Selatan H. Rosian Arsyad atas nama
Mendagri melantik Pejabat Walikota Pagar Alam H. Djazuli Kuris pada
tanggal 12 November 2001.
Demikianlah kilas balik perjuangan rakyat di Kewedanaan Tanah Pasemaah,
mulai dari zaman “Lampik Empat Merdike Due”, “Sindang Merdike”, dan “Si
Penjaga Batas” hingga penyerahan kedaulatan, yang karena perlawanan
gigih, ulet dan pantang menyerah dari TNI, laskar, Tentara Pelajar,
Pemuda – Pemudi Besemah di Pagar Alam dan sekitarnya, serta rakyat
pejuang pada umumnya sehingga kita dapat menyebut kota Pagar Alam
sebagai “Kota Perjuangan”. Sejarah yang sangat heroic ini perlu selalu
di kenang dan dijadikan pedoman dalam mengisi kemerdekaan, juga tidak
lupa akan selalu menghormati jasa para pahlawan, khususnya yang gugur
di Tanah Besemah.
Pariwisata
Pagaralam,Kota
Pagaralam mempunyai potensi sebagai sentral Pariwisata andalan di
Indonesia. Ini terlihat dari Kota Pagaralam mempunyai tiga produk
pariwisata yang siap di jual ke manca negara yaitu Agro Tourism (Wisata Pertanian), History Culture Tourism (Wisata Sejarah dan Budaya) dan Equitourism (Wisata Alam). Bahkan 10 Operator Tour Domestic dan manca negara seprti Malaysia, Singapura dan Fhilipina siap memasarkan Pariwisata Pagaralam ke Manca Negara.
Pariwisata
Pagaralam mempunyai ciri khas sendiri, dan mempunyai potensi untuk
menjadi andalan indonesia serta siap dipasarkan ke manca negara.
Pariwisata Pagaralam mempunyai Produk-produk yang menjadi daya tarik
para wisatawan asing maupun domestik, ketiga pariwisata ini harus
menjadi fokus Pemerintah Kota Pagaralam yang mengembangkan Pariwisata
Pagaralam. Kata juru bicara Departeman Budaya dan Pariwisata Vinsensius
Jamedu sekaligus menjadi pendamping pada operator tour domestic dan manca negara yang tergabung dalam fam Tour ketika mengunjungi Kota Pagaralam.
Menurutnya
Kota Pagaralam mempunyai sentral agro, budaya dan sejarah yang menarik
serta mempunyai suasana alam yang sangat menonjol, banyak wisatawan
asing maupun domestik sangat mengemari adanya wisata yang berhubungan
dengan alam dan Sejarah Pagaralam memasarkan ke tiga produk Pariwisata
tersebut sehingga menarik para wisatawan asing maupun domestic berminat
datang ke Pagaralam.
dokumentasi Pribadi